Yang sedang
melamun di bangku paling ujung itu namanya Mala. Hampir setiap hari aku
melihatnya melamun. Entah apa yang selalu dipikirkannya. Seringkali guru
memergokinya melamun saat jam pelajaran berlangsung, akibatnya Mala kerap
mendapatkan hukuman. Aku perhatikan pandangannya tertuju pada papan tulis.
Tertera sejumlah soal yang diberikan Bu Endang, guru fisika kami. Tapi Mala
bukan menatap soal-soal itu, tatapanya jauh menerawang entah kemana.
“Tan soal yang nomor dua pakai rumus yang
mana ?” aku kaget, tiba tiba saja Amel menyikut lenganku. Aku segera
menunjuk rumus yang tepat. Ia kembali sibuk dengan soal-soalnya. Tumben anak
ini rajin, biasanya selalu malas mengerjakan. Ujung-ujungnya mencontek hasil jawabanku.
Terdengar suara ketukan sepatu Bu Endang
menuju bangku Mala. “Sudah selesai Mala?” tanya Bu Endang. Mala tampak kaget
dan terlihat gugup, ditariknya lembar soal yang terletak di meja. “Hampir
selesai, Bu” katanya dengan suara yang terdengar sedikit bergetar. Gara-gara
melamun hampir ia kena marah Bu Endang.
***
Mala mengembuskan napas lewat mulut,
pasti ia merasa lega ketika Bu Endang pergi. Dilihatnya lembar jawaban, namun
hingga beberapa lama aku perhatikan ia tak kunjung mengerjakan soal. Ia hanya
menatapnya, tapi tak terlihat sedang konsentrasi dengan soal-soalnya. Apa dia
sedang ada masalah? Ah, tapi dia juga sering melamun dengan keadaan tersenyum.
Anak itu memang sulit ditebak.
“Mala kamu kenapa sih, sering melamun?
Kalau ada masalah ceritakanlah, siapa tahu kami bisa membantu,” aku mengingat
percakapan kami beberapa minggu yang lalu. Aku dan Amel berusaha mendekatinya.
Mala memang penyendiri, mungkin saja ia tidak punya teman curhat untuk berbagi.
“Kalau kamu cerita, siapa tahu kita bisa
mencari jalan keluarnya.” Amel menambahi. Aku mengangguk setuju. Tapi apa yang
malah kami dapat, dia hanya menggeleng lalu pergi begitu saja. Sejak saat itu
aku dan Amel berhenti mendekatinya lagi. Aku sulit memahaminya karna kami
sangat berbeda jauh sekali. Setiap ada masalah atau kabar bahagia sedikit saja
aku pasti cerita.
“Aduh Tan, ceritamu itu tidak ada
habisnya, ya? Mending aku berteman dengan Mala saja. Pasti hari hariku aman dan
tentram.” Kata Amel waktu itu. Dan sentilan jariku mendarat di dahinya. Amel
hanya bisa mengomel dan membalas apa yang kulakukan. Lalu kami akan tertawa
setelahnya. Ah, seandainya Mala juga bisa berbagi sepertiku.
Bu Endang kembali berjalan ke arah Mala.“Apa
ini, kau masih belum selesai satu soalpun?” suara Bu Endang seperti bergema di
dalam kelas yang tadinya sunyi. Ia berhasil menarik lembar jawaban Mala. Mala
hanya bisa meminta maaf. Tapi usahanya sia-sia karna Bu Endang segera
menghukumnya mengerjakan soal sambil berdiri di depan. Ah, ini gara-gara Mala
melamun lagi.
***
Lima menit lagi. Bu Endang mengingatkan
tadi. Saat itu aku yang tengah menopang dagu langsung kaget. Aku memerhatikan
lembar jawabanku. Ya ampun. Aku baru menyelesaikan satu soal. Aku panik.
Kemudian menatap Amel penuh harap.
“Bagaimana bisa Tan..? Kukira dari tadi
kau sudah selesai, melamun sih!” Keluhnya dengan memelankan suara. Ia menggeser
lembar jawabannya padaku. Dia memang baik. Tiba tiba terdengar suara yang
paling kami takuti di kelas ini tengah memanggil kita berdua. Bu Endang
memerhatikan kami dengan pandangan tajam. Alhasil setelah jam pelajaran Bu
Endang selesai, kami bertiga menghadapnya di kantor. Aku, Amel dan Mala. Ah,
ini gara gara aku melamunkan Mala.
***
By: Amina Sy
Catatan:
Waktu itu aku
ke warnet buat download video merajut, iseng kubuka FB (Maklum jarang
banget buka FB) yang ternyata ada pesan dari Mbak Yulina Trihaningsih. Duh ada
apa ya??? (deg-degan) Maklumlah, aku pengagum cerpennya sejak masa SMA
*kedip-kedip*
Penasaran. Dan lihatlah !!! aku hanya bisa ternganga dengan mata melotot, geleng-geleng tak percaya. Isinya kayak gini nih...
Amina, kirim
naskah Melamun ke Gadis, ya? Selamat, yaa sudah terbit di Gadis edisi terbaru.
Ah. Masa sih? Twidyak
myungkiiinnn.... Rasanya aku sudah melupakan cerpen yang sudah berbulan-bulan tak
berkabar itu, aku juga tak berharap banyak. Kukirim akhir 2015 lalu dan baru dimuat 7 bulan
setelahnya. Masih gak yakin, akhirnya Mbak Yulin ngirim bukti foto di atas yang
ia dapat dari temannya (Trimakasih fotonya, Mbak). Dan Alhamdulillah cerpen
mini dan namaku terpampang di sana.
Alhasil, setelah pulang dari warnet lari-lari bahagia, jingkrak-jngkrak dan menebar senyum kesetiap orang (Kalau dipikir-pikir lebay banget, sikap kekanak-kanakan masih ada, *Duh, pukul jidat) mungkin itu efek pertama yaa...
***
Komentar
Posting Komentar